Kamis, 10 Oktober 2013

Warga Tuntut Pengembalian Uang BLSM

Seperti yang dikutip dari suara merdeka cetak, Pemerintah desa atau Kepala Desa (Kades) Gemblengan, Kecamatan Garung, Wonosobo harus mengembalikan uang warga penerima BLSM utuh sesuai haknya.

ilustrasi
‘’Dalam bantuan BLSM tidak boleh ada potongan dalam bentuk apa pun, karena itu jelas menyalahi aturan. Jadi kades harus mengembalikan uang hasil potongan BLSM secara utuh,’’ kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Wonosobo Agus Purnomo, kemarin Dia menyatakan, hanya dengan melalui musyarawah perangkat desa tidak dibenarkan mengkoordinasi kemudian memotong dana BLSM dan dibagi-bagikan untuk warga lain. Pasalnya, dana BLSM tersebut harus sampai ke penerima secara utuh.

‘’Pengambilan dana BLSM diwakilkan saja tidak boleh, apalagi sampai dipotong,’’ ujarnya. Sejauh ini, menurut dia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Garung untuk menyelesaikan permasalahan adanya dugaan pemotongan dana BLSM tersebut. Camat Garung Santoso mengatakan, akan mengecek ke lapangan dan meminta keterangan sejumlah warga maupun perangkat.

Seperti yang dikutip dari suara merdeka cetak, Kepala PT Pos Wonosobo Seno Adji Nugroho mengatakan, pihaknya memastikan proses penyeluran BLSM di Desa Gemblengan sudah sesuai prosedur. Warga penerima BLSM menerima uang dari petugas PT Pos sebesar Rp 300.000 per rumah tangga sasaran (RTS).

SOP

Terkait adanya dugaan pemotongan atau kebijakan desa apapun namanya, bukan lagi menjadi tanggung jawabnya. Prinsipnya PT Pos hanya berpijak pada standar operasional prosedur (SOP) dalam penyaluran BLSM. Dia memastikan, proses pencairan BLSM di Desa Gemblengan, petugas PT Pos melakukan jemput bola sehingga pencairan dilakukan di balai desa.

Seluruh biaya operasional ditanggung PT Pos termasuk anggaran untuk petugas keamanan. Adapun sejumlah warga desa Gemblengan mengatakan dari total dana yang disunat sebesar Rp 70.000 tersebut, Rp 20.000 di antaranya untuk operasional dan transport pengambilan uang dari kantor pos. Seperti yang diakui warga Totok (45), sebesar Rp 20.000 menurut perangkat desa untuk ganti bensin dan snak. Padahal kantor pos sendiri yang datang ke desa dan langsung memberikan uangnya ke penerima.

Uang yang dipotong tersebut, imbuhnya, juga tidak jelas peruntukannya karena tidak dilaporkan kepada warga. “Ada warga yang bertanya namun dijawab untuk kas desa dan untuk pembelian seng,” ujarnya. Sedangkan dari keterangan Kades Gemblengan Topo berbeda, permasalahan terkait BLSM terjadi di desanya bukan merupakan pemotongan atau pungutan, tetapi merupakan hibah atau bantuan kerelaan dari warga sendiri tanpa ada paksaan.

Sebelum BLSM dibagi telah disetujui adanya uang sumbangan sukarela atau hibah sebesar Rp 70.000 per RTS, yang dialokasikan Rp 50.000 diberikan kepada warga miskin yang tidak masuk daftar penerima BLSM dan sisanya untuk operasional di lapangan.Jika dihitung dana hasil potongan Rp 70.000 untuk 421 RTS adalah sebesar Rp 29.470.000. Dana tersebut dibagikan termasuk kepada warga mampu.

Rabu, 09 Oktober 2013

BLSM Dipotong Kades

Bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) ratusan warga Desa Gemblengan, Kecamatan Garung diduga disunat oknum kepala desa. Pemotongan dana BLSM ini dilakukan setiap kali pencairan.


Seperti yang dikutip dari suara merdeka cetak, adapun besaran nominal dana yang dipotong masingmasing warga penerima dana bantuan kompensasi kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) itu bervariasi, yakni antara Rp 50.000- Rp 70.000.

Alasan oknum perangkat desa dalam memotong dana BLSM warga adalah uang yang terkumpul akan dibagikan kepada warga miskin yang tidak menerima bantuan dari pemerintah pusat tersebut. Namun warga menduga, sebagian dana yang terkumpul tidak diserahkan kepada warga miskin yang tidak menerima BLSM melainkan masuk ke kantong oknum perangkat desa itu, termasuk untuk operasional pencarian.

Informasi yang dihimpun di sejumlah dusun, Rabu (9/10) menyebutkan, jumlah penerima BLSM di Desa Gemblengsari mencapai 421 rumah tangga sasaran (RTS) yang tersebar di lima dusun.

Pencairannya dilakukan di kantor desa setempat. Penyunatan dana dilakukan setelah seluruh warga mencairkan bantuan tersebut. Teknisnya, warga dikumpulkan oleh oknum perangkat desa dan mereka diminta menyerahkan sebagian dana bantuan itu dan besaran nominal pemotongan tidak sama.

Ada lima warga yang ditemui mengaku pemotongan tersebut dengan paksaan dan diancam, serta dilarang melapor kepada siapapun. Nur Khotib (60) warga RT 4 RW 4, Dusun Kasiman, Desa Gembelangan mengaku, setiap pencairan BLSM dipotong sebesar Rp 70.000. Uang tersebut dipotong oleh panitia yang terdiri atas oknum perangkat desa.

“Inginnya ya menerima utuh. Tapi karena semua penerima BLSM dipotong, akhirnya dengan terpaksa saya menuruti,” katanya. Salah seorang warga Dusun Bedilon, HS (45) mengaku para perangkat desa berinisial TB (40) mengancam tidak memberi BLSM jika ada yang melapor ke media.

Menurutnya hal itu sudah menjadi kesepakatan perangkat sehingga mau tidak mau harus mengikuti aturan.”Banyak warga mampu yang juga dapat uang dari BLSM warga miskin,” katanya. Kepala Gemblengan Topo membantah kalau ada penyunatan BLSM namun istilahnya hibah.

Menurutnya, dana penerima dikurangi didasarkan pada kesepakatan warga dan untuk mengantisipasi kecemburuan sosial lantaran ada warga miskin yang tidak menerima bantuan tersebut. Dijelaskan, setiap penerima BLSM dipotong Rp 70.000 kemudian dihibahkan kepada warga non kuota BLSM sebesar Rp 80.000/orang. “Warga sudah sepakat memotong sendiri dana BLSM yang diterima untuk diberikan kepada warga miskin yang tidak mendapatkannya.

Jumat, 04 Oktober 2013

Satpol PP Tertibkan Baliho Sembarang

Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) Kabupaten Wonsobo berjanji akan menertibkan baliho dan spanduk para calon anggota legislatif dan baliho tak berizin yang dipasang di sejumlah jalur protokol.



Seperti yang dikutip dari suara merdeka, di jalur Kertek-Sapuran baliho kantor pajak yang berisi imbauan agar warga bayar pajak tepat pada waktunya sudah dua tahun ini tak bayar pajak. Baliho ukuran besar tersebut juga dipasang tidak pada tempatnya karena berada di pertigaan Pasar Kertek. Kasi Penegakan Perda Satpol PP Wonosobo Jumat (4/10), Eko Hapsanto mengatakan, pihaknya akan mencopot baliho tak berizin termasuk milik kantor pajak.

Menurutnya, baliho kantor pajak milik Provinsi Jateng tersebut bakal dibongkar karena sudah dua tahun tak berizin. Saat ini pihaknya sedang mempersiapkan tukang las yang bakal memotong sejumlah papan baliho yang tak berizin.

Dari pendataan sementara ada 56 baliho ukuran besar yang bakal dicopot. Dia menegaskan, lokasiñlokasi yang telah ditentukan tersebut merupakan akses jalan utama seperti di sepanjang Kledung-Parakan, akses jalan provinsi dan di lokasiñlokasi wisata, cagar budaya, sarana pemerintahan dan tempat ibadah.

Pemasangan alat peraga iklan maupun kampanye tak berizin dianggapnya merupakan pelanggaran terhadap Perda, sehingga bagi Satpol PP dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak perda. ‘’Untuk itu, saat ini yang kami lakukan adalah mencopot semua baliho,’’ tandasnya.

Koordinasi DPPKAD


Selain itu juga, Satpol PP sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan kantor perizinan terpadu, terkait banyaknya baliho liar maupun baliho caleg yang dipasang di sepanjang ruas jalan di seluruh Wonosobo. Dari hasil koordinasi tersebut didapati sejumlah baliho liar karena tidak memiliki izin dan tidak membayar pajak.

‘’Siapa pun yang memasang kami tidak peduli,” katanya. Pihaknya menyontohkan ada satu papan reklame ukuran 4x5 meter di jalur Kledung-Kertek dekat perkebunan teh Bedakah milik DPRD Provinsi Jateng yang tak berizin.

Reklame yang bergambar mantan Gubernur Bibit Waluyo tersebut bakal dicopot bersama foto Bibit lainnya yang masih ada di Wonosobo. “Foto mantan gubernur akan kami copot,” jelasnya. Selain itu penertiban baliho juga akan diberlakuan di sejumlah titik yang mengganggu arus lalu lintas.